Terkenang tetap lah terkenang bisu dalam kedamaian sang malam wahai sang rembulanku. Meredup lah engkau disandaran gemintang ketika tiada kuat engkau melihat kemurungan ini. Aku mengadu padamu dari sini. Tetap lah engkau tetap hampakan diriku yang sedetik pun pikirkan segala masa tentangnya disana.
Wahai engkau rembulan dan gemintang. Padamu saja aku mengadu keluh-kesah. Tiada yang mengerti keadaan ini. Namun aku tetap berusaha kuat berdiri ikuti apa mau cerita. Siapa yang perduli sedih laraku. Hanya senyuman yang diinginkannya. Lalu bagaimana hati bersastra indah bahagia bila tiada dimengerti dibahagiakan. Lalu kini aku hanya bisa menatap rumahmu. Yang keberadaanmu entah kemana. Lalu aku hanya bisa bersyair kelaraan hati dan jiwa. Tanpamu rembulanku. Tanpanya yang amat kusayangi dan kucintai selalu.
Wahai engkau rembulan dan gemintang. Padamu saja aku mengadu keluh-kesah. Tiada yang mengerti keadaan ini. Namun aku tetap berusaha kuat berdiri ikuti apa mau cerita. Siapa yang perduli sedih laraku. Hanya senyuman yang diinginkannya. Lalu bagaimana hati bersastra indah bahagia bila tiada dimengerti dibahagiakan. Lalu kini aku hanya bisa menatap rumahmu. Yang keberadaanmu entah kemana. Lalu aku hanya bisa bersyair kelaraan hati dan jiwa. Tanpamu rembulanku. Tanpanya yang amat kusayangi dan kucintai selalu.
No comments:
Post a Comment